The Metamorphosis, Franz Kafka dan Pembebasan.  

The Metamorphosis merupakan sebuah Novel pendek Alegoris yang begitu mendalam dan berani dalam sejarah Sastra modern, terbit pertama kali pada tahun 1915 oleh penerbit Kurt Wolff di Leipzig. Franz Kafka menulis novelet ini dengan kondisi yang begitu menyiksa dirinya, keheningan yang begitu mendalam, serta harapan – dan kejijikan yang Kafka sampaikan lewat surat – surat yang Kafka tuliskan pada Kekasihnya saat menulis The Metamorphosis. The Metamorphosis, Kafka selesaikan selama 25 hari yang begitu Intens. Setelah menulis The Metamorphosis, Kafka menyampaikan kepada Kawannya, Gustav Janouch, soal Pembebasan diri yang menjadi harapan terdalam manusia, sebab semua manusia berada dalam penjara yang diciptakan mereka sendiri.

Narasi Surealis Kafka dimulai dengan Karakter yang menjadi cerminan dirinya, seperti yang disampaikan Gustav Janouch, Janouch mengidentifikasikan Gregor Samsa, sebagai Karakter utama pada The Metamorphosis, adalahmerupakan Kafka itu sendiri. Gregor Samsa terbangun dalam bentuk Serangga Raksasa yang menjijikkan.


The Metamorphosis ditulis Kafka dari pergulatannya, serta hubungannya dengan Keluarga, terutama sang Ayah, hubungan birokratis, dan kecemasan Eksistensial. Kafka menyaksikan langsung dehumanisasi sistem Kapitalis yang tercermin dalam kehidupan Gregor Samsa, yang terpenjara dalam perannya sebagai Mesin Pencari Nafkah tanpa identitas autentik. Transformasi Surealis Gregor Samsa menjadi Serangga Mengerikan, bukan sekedar metafora biologis yang menjijikkan, Kafka mencoba mengeksplorasi Krisis Identitas dalam dunia yang semakin kehilangan makna Adikodrati.

Untuk memahami Novelet ini lebih dalam, Sigit Susanto, sebagai penerjemah The Metamorphosis ke dalam bahasa Indonesia, menawarkan buku Surat untuk Ayah (Brief an den Vater) sebagai buku pengantar untuk membantu pemahaman pembaca terhadap sikap Kafka yang begitu menderita ketakutan kepada sang ayah, yang juga tercermin dalam The Metamorphosis

Absurditas Eksistensial

Perubahan Gregor Samsa merupakan personafikasi Absurditas, konfrontasi antara hasrat terdalam manusia akan makna. Penerimaan Gregor Samsa terhadap perubahannya, tanpa protes dan perlawanan mencerminkan penyerahan diri pada Absurditas. Gregor Samsa telah lama mengorbankan kebebasan dirinya demi memenuhi ekspektasi keluarga, sapai pada akhirnya tubuhnya sendirilah yang menjadi awal  pemberontakan itu sendiri, melalui bentuk serangga. Tubuh Gregor Samsa bertransformasi menjadi penjara eksistensial, teralienasi dari esensi kemanusiannya.

Alienasi, Kapitalisme, dan Komodifikasi Manusia

Sebelum menjadi serangga menjijikkan, Gregor Samsa direduksi menjadi sebatas Mesin Pencari Nafkah, nilainya diukur melalui produktivitas ekonomi semata, dan ketika Gregor Samsa kehilangan fungsi itu, Keluarganya yang sebelumnya tergantung padanya berbalik menjadi sipir penjaranya dalam Penjara Eksistensial. Kafka mengkritik ikatan emosional keluarga, digantikan transaksi ekonomi yang mengalienasi, manusia menjadi terasing, bahkan dari sesamanya.

Hal ini diungkapkan Kafka lewat Kawannya, Gustav Janouch yang menulisnya menjadi sebuah buku berjudul Percakapan dengan Kafka, Kafka mengatakan“Binatang hubungannya lebih dekat dengan kita sebagai manusia. Inilah terali penjara. Justru hubungan dengan sesama manusia menjauh, sebaliknya hubungan dengan binatang lebih mudah. Setiap manusia hidup dalam penjara. Ia harus paham lingkungannya, sebab itu sekarang banyak orang menulis tentang binatang. Inilah bukti ada semacam kerinduan pada kehidupan yang bebas dan kehidupan di alam. Manusia terlalu banyak mengeluh sehingga fantasinya perlu pembebasan diri.”

Trauma Bawah Sadar dalam Kekuasaan

Gregor Samsa yang dikurung di kamar oleh keluarganya adalah miniatur Panoptikon, pengawasan yang menginternalisasi, hingga Gregor Samsa dapat mengatur dirinya sendiri. Dalam kacamata Homo Sacer yang lebih gelap, Gregor Samsa bahkan dapat dibunuh tanpa dianggap sebagai pembunuhan, dan tanpa konsekuensi hukum, mengungkap logika regulasi populasi dan tubuh manusia modern, manusia kehilangan nilainya ketika dianggap tidak lagi mampu produktif, direduksi menjadi data algoritmik.

The Metamorphosis sebagai manifestasi kecemasan Gregor Samsa terhadap otoritas, dalam hal ini otoritas ayah, dan bebannya sebagai tulang punggung keluarga. Ketidakmampuan Gregor Samsa mengenali dirinya sendiri di cermin, menandakan krisis Mengenali dirinya sendiri, sehingga hilangnya subjektivitas ketika dirinya direduksi oleh tuntutan – tuntutan eksternal.

Mengapa The Metamorphosis penting dan relevan?

Kafka mencoba untuk mengajak pembacanya melakukan upaya perlawanan terhadap dehumanisasi, Kafka memprovokasi pembaca untuk bersahabat dengan kebebasan, alih – alih menjadi pasrah terhadap hal – hal yang memukul mundur manusia dari keberadaannya. Kafka lewat Gregor Samsa juga mengharapkan pembaca untuk melihat perbedaan Yang Lain yang mengukuhkan keberadaan diri, serta Neurodivergent, dan korban – korban sistem yang kita lihat sebagai subjek, dan bukanlah sebagai objek.

The Metamorphosis adalah Cermin Absurditas Kontemporer, Logika surealis novelet ini mengungkap kekacauan akibat Post-Truth atau budaya pasca kebenaran, yang juga berkaitan dengan ketidakstabilan sistem politik, serta perubahan besar teknologi.

Gregor Samsa beresonansi pada siklus algoritma, yang diukur berdasarkan efisiensi, bukan nilai yang sebenarnya terdapat pada manusia yang sejati. Keterasingan Gregor Samsa menandakan paradoks Koneksi berlebih di era modern, yang melahirkan kesepian, dan ruang kamar Gregor Samsa adalah metafora isolasi akibat keterasingan itu, di mana batas antara aktifitas kerja dan kehidupan pribadi menjadi runtuh.

Metamorfosis sebagai Tindakan Filosofis

Banyak yang melihat The Metamorphosis  sebagai alegori pesimis, namun The Metamorphosis justru Kafka tawarkan sebagai bentuk kesadaran kritis terhadap Absurditas hidup. Gregor Samsa yang menjadi Serangga Raksasa menjijikkan, membawa kita mengingat – ingat kembali bahwa kita berada dalam dunia yang teralienasi, upaya – upaya untuk mendefinisikan makna, walau hanya sementara merupakan bentuk dari sebuah perlawanan. Seperti yang pernah dituliskan Kafka dalam bukunya Letters to Milena “Aku telah menghabiskan seluruh hidupku untuk menahan keinginan untuk Mengakhirinya.”